Sport News

Jumat, 14 Oktober 2011

History of Juventus FC

Juventus F.C.
.
Juventus F.C.
JuventusFC2004.svg
Nama lengkap
Juventus Football Club S.p.A.
Julukan
[La] Vecchia Signora[1] (Nyonya Tua)
[La] Fidanzata d'Italia (Kekasih dari Italia)
[I] bianconeri (Putih - Hitam)
[Le] Zebre (Si Zebra)
[La] Signora Omicidi (Nyonya Pembunuh)[2]
Didirikan
November 1, 1897; 113 tahun yang lalu (sebagai Sport Club Juventus)[3]
Stadion
Pemilik
Presiden
Pelatih
Liga
2010-11
Seri A, peringkat 7



Juventus Football Club (dari bahasa Latin:[5] iuventus: masa muda, diucapkan [juˈvɛntus]), biasa disebut sebagai Juventus dan popular dengan nama Juve, merupakan sebuah klub sepak bola profesional asal Italia yang berbasis di kota Turin, Piedmont, Italia. Klub ini didirikan pada 1897 dan telah mengarungi beragam sejarah manis, dengan pengecualian kejadian musim 2006-2007, di Liga Italia Seri-A. Klub ini sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dari FIAT Group, yang saat ini dimiliki oleh keluarga Agnelli, dan membawahi perusahaan-perusahaan lain seperti Fiat Automobile, Ducati (termasuk tim balap MotoGP dan WSBK Ducati), tim F1 Scuderia Ferrari, Ferrari Corse, dan Maserati Automobile.
Juventus merupakan klub tersukses dalam sejarah Liga Italia Seri-A dengan raihan 27 gelar juara (Scudetto),[6] dan juga tercatat sebagai salah satu klub tersukses di dunia.[6] Merujuk pada International Federation of Football History and Statistics, sebuah organisasi internasional yang berafiliasi pada FIFA, Juventus menjadi klub terbaik Italia di abad 20, dan menjadi klub terbaik Italia kedua di Eropa dalam waktu yang sama.[7]
Secara keseluruhan, klub ini telah memenangi 51 kejuaraan resmi.[8] Dengan rincian 40 di Italia, dan 11 di zona UEFA dan dunia.[9][10] Sekaligus menjadikannya sebagai klub tersukses ketiga di Eropa, dan keenam di dunia, dengan gelar-gelar dunia yang diakui oleh enam organisasi konfederasi sepak bola, dan tentunya FIFA.[11]
Klub ini menjadi klub pertama Italia dan Eropa Selatan yang berhasil memenangi gelar Piala UEFA (sekarang namanya menjadi Liga Europa).[12] Pada 1985, Juventus menjadi satu-satunya klub di dunia yang berhasil memenangi seluruh kejuaraan piala internasional dan kejuaraan liga nasional,[13] dan menjadi klub Eropa pertama yang mampu menguasai semua kejuaraan UEFA dalam satu musim.[14][15][16]
Juventus juga menjadi salah satu klub sepak bola Italia dengan jumlah fans terbesar[17], dan diperkirakan ada 170 juta orang didunia yang juga menjadi fans Juve.[18] Klub ini menjadi salah satu pencipta ide European Club Association, yang dulu dikenal dengan nama G-14, yang berisikan klub-klub kaya Eropa. Klub ini juga menjadi penyumbang terbanyak pemain untuk tim nasional Italia.
Sejak 2006 klub ini bermarkas di Stadio Olimpico di Torino yang menggantikan markas sebelumnya yaitu Stadion Delle Alpi yang dirubuhkan dan dibangun ulang sebagai stadion baru bernama Juventus Arena. Juventus resmi memakai stadion baru mereka tesebut pada awal September 2011.[19]
Sejarah
Awal mula (1987–1922)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a9/Pionieri_Juve_1898.gif/190px-Pionieri_Juve_1898.gif
http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Foto bersejarah, Juventus FC di tahun 1898.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/8c/Juventus_FC_in_1903.gif/190px-Juventus_FC_in_1903.gif
http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Juventus FC di tahun 1903.
Juventus didirikan dengan nama Sport Club Juventus pada pertengahan tahun 1897 oleh siswa-siswa dari sekolah Massimo D'Azeglio Lyceum di daerah Liceo D’Azeglio, Turin[20]. Awal mula dibentuknya klub ini adalah sebagai pelampiasan dari anak-anak yang saling berteman dan menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bersama dan bersenang-senang serta melakukan berbagai hal positif. Usia anak-anak tersebut rata-rata 15 tahunan, yang tertua berumur 17 dan lainnya di bawah 15 tahun. Setelah itu, hal yang mungkin tidak jadi masalah sekarang ini tapi merupakan hal yang terberat bagi pemuda-pemuda tersebut saat itu adalah mencari markas baru. Salah satu pendiri Juventus, Enrico Canfari dan teman-temannya kemudian memutuskan untuk mencari sebuah lokasi dan akhirnya mereka menemukan salah satu tempat yaitu sebuah bangunan yang memiliki halaman yang dikelilingi tembok, mempunyai 4 ruangan, sebuah kanopi dan juga loteng dan keran air minum. Selanjutnya, Canfari menceritakan tentang bagaimana terpilihnya nama klub, segera setelah mereka menemukan markas baru. Akhirnya, tibalah pertemuan untuk menentukan nama klub dimana terjadi perdebatan sengit di antara mereka. Di satu sisi, pembenci nama latin, di sisi lain penyuka nama klasik dan sisanya netral. Lalu, diputuskanlah tiga nama untuk dipilih; "Societa Via Port", "Societa sportive Massimo D’Azeglio", dan "Sport Club Juventus". Nama terakhir belakangan dipilih tanpa banyak keberatan dan akhirnya resmilah nama klub mereka menjadi "Sport Club Juventus", tetapi kemudian berubah nama menjadi Foot-Ball Club Juventus dua tahun kemudian.[3] Klub ini lantas bergabung dengan Kejuaraan Sepak Bola Italia pada tahun 1900. Dalam periode itu, tim ini menggunakan pakaian warna pink dan celana hitam. Juve memenangi gelar Seri-A perdananya pada 1905, ketika mereka bermain di Stadio Motovelodromo Umberto I. Di sana klub ini berubah warna pakaian menjadi hitam putih, terinspirasi dari klub Inggris Notts County.[21]
Pada 1906, beberapa pemain Juve secara mendadak menginginkan agar Juve keluar dari Turin.[3] Presiden Juve saat itu, Alfredo Dick kesal dan ia memutuskan hengkang untuk kemudian membentuk tim tandingan bernama FBC Torino yang kemudian menjadikan Juve vs. Torino sebagai Derby della Mole.[22] Juventus sendiri ternyata tetap eksis walaupun ada perpecahan, bahkan bisa bertahan seusai Perang Dunia I.[21]
Masuknya Keluarga Agnelli dan merajai Italia (1923–1980)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/4c/Sivori%2C_Charles%2C_Boniperti.jpg/170px-Sivori%2C_Charles%2C_Boniperti.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Pemilik FIAT, Edoardo Agnelli mengambil alih kendali Juventus pada 1923, dimana kemudian ia membangun stadion baru.[3] Hal ini memberikan semangat baru untuk Juventus, dimana pada musim 1925-26, mereka berhasil menjadi scudetto dengan mengalahkan Alba Roma dengan agregat 12-1. Pada era 1930-an, klub ini menjadi klub super di Italia dengan memenangi gelar lima kali berturut-turut dari 1930 sampai 1935, dibawah asuhan pelatih Carlo Carcano[21], dan beberapa pemain bintang seperti Raimundo Orsi, Luigi Bertolini, Giovanni Ferrari dan Luis Monti.
Juventus kemudian pindah kandang ke Stadio Comunale, tetapi di akhir 1930-an dan di awal 1940-an mereka gagal merajai Italia. Bahkan mereka harus mengakui tim sekota mereka, A.C. Torino. Secercah prestasi kemudian muncul di musim 1937-38 saat Juve menjuarai Piala Italia pertama mereka setelah di final mengalahkan klub sekota mereka, Torino.
Setelah berada di posisi 6 pada musim 1940-41, Juve lantas merebut Piala Italia kedua mereka di musim berikutnya. Di periode ini, Italia ikut Perang Dunia II dan ini membuat jalannya Liga menjadi terhambat. Sepakbola Italia kemudian memutuskan untuk terus berlangsung saat masa perang berjalan. Pada 1944, Juve ikut serta dalam sebuah turnamen lokal, yang akhirnya urung diselesaikan. Pada 14 Oktober, Liga kembali bergulir dan ditandai dengan derby Torino vs. Juventus. Torino yang saat itu mendapat sebutan "Grande Torino" kalah 2-1 dari Juventus. Namun di akhir musim justru Torino berhasil juara. Pada jeda musim panas, sebuah peristiwa penting terjadi di Juve pada 22 Juli 1945, Gianni Agnelli mengambil alih posisi presiden klub, meneruskan tradisi keluarga Agnelli. Dalam kepempinannya, Agnelli mendatangkan Giampiero Boniperti dalam jajaran staffnya. Ditambah amunisi baru seperti Muccinelli dan striker asal Denmark John Hansen. Setelah Perang Dunia II usai Juve berhasil menambah dua gelar Seri-A pada 1949–50 dan 1951–52, dibawah kepelatihan orang Inggris, Jesse Carver.
Gianni Agnelli lantas meninggalkan klub pada 18 September 1954. Tahun ini periode gelap Juve dimulai dengan hanya mampu finish di posisi 7. Musim berikutnya, di bawah arahan manajer Puppo yang mengandalkan skuat muda Juve mulai mencoba bangkit. Setelah serangkaian kekalahan karena skuat yang belum matang, pada November 1956 kabar baik berembus dengan masuknya Umberto Agnelli sebagai komisioner klub. skuat menjadi kuat dengan kedatangan beberapa pemain hebat seperti Omar Sivori dan pemuda Wales bernama John Charles yang menemani para punggawa lama seperti Giampiero Boniperti. Musim 1957-58, Juve kembali berjaya di Seri-A, dan menjadi klub Italia pertama yang mendapatkan bintang kehormatan karena telah memenangi 10 gelar Liga Seri-A. Di musim yang sama, Omar Sivori terpilih menjadi pemain Juventus pertama yang memenangi gelar Pemain Terbaik Eropa. Juve juga berhasil memenangi Coppa Italia setelah mengalahkan ACF Fiorentina di final. Boniperti pensiun di 1961 sebagai top skorer terbaik Juventus sepanjang masa dengan 182 gol di semua kompetisi yang ia ikuti bersama Juventus.
Di era 1960-an, Juve hanya sekali memenangi Seri-A yaitu di musim 1966–67. Tetapi pada era 1970-an, Juve kembali menemukan jatidirinya sebagai klub terbaik Italia. Di bawah arahan Čestmír Vycpálek, Juve berusaha bangkit di musim 1971-72. Di paruh pertama musim, Juve belum stabil dalam permainan dan di paruh kedua mereka berhasil kembali ke performa terbaik terutama saat mencapai final Fairs Cup (cikal bakal Piala UEFA) namun kalah dari Leeds United. Di pekan ke-4 liga, Juve kemudian berhasil mengalahkan AC Milan 4-1 di San Siro ditandai permainan apik Bettega dan Causio. Namun beberapa saat kemudian, Bettega harus istirahat karena sakit dan posisi pertama klasemen milik Juve menjadi terancam. Untungnya mereka berhasil konsisten dan merebut scudetto ke-14 mereka. Selanjutnya di musim 1972-73 Juve kedatangan Dino Zoff dan Jose Altafini dari Napoli. Di musim ini, Juve dihadapkan pada jadwal di Seri-A dan kompetisi Eropa. Setelah berjuang sampai menit akhir, Juve berhasil menyalip AC Milan, yang secara mengejutkan kalah dipertandingan terakhir mereka, dan merebut scudetto ke-15. Juve juga bahkan berhasil masuk final Piala Champions musim tersebut, namun di mereka kalah dari Ajax Amsterdam yang dimotori oleh Johan Crujff. Selanjutnya mereka berhasil menambah tiga gelar lagi bersama defender Gaetano Scirea di musim 1974-75, 1976–77 dan 1977–78. Dan dengan masuknya pelatih hebat bernama Giovanni Trapattoni, Juve berhasil memperpanjang dominasi mereka di era 1980-an.
Scudetto ke-20 dan merajai Eropa (1981–1993)
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/8/8e/Platini_juventus.JPG/175px-Platini_juventus.JPG
http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Michel Platini, bintang Juventus era 1980-an.
Era tangan dingin Trapattoni benar-benar membuat Seri-A porak poranda di 1980-an.[21] Juve sangat perkasa di era tersebut, dengan gelar Seri-A empat kali di era tersebut. Setelah 6 pemainnya ikut andil dalam timnas Italia yang menjuarai Piala Dunia 1982 dengan Paolo Rossi sebagai salah satu pemain Juve kemudian terpilih menjadi Pemain Terbaik Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya Piala Dunia di tahun tersebut.[23] ditambah dengan kedatangan bintang Prancis Michel Platini, Juventus kembali difavoritkan di musim 1982-83. Namun Juventus yang juga disibukkan dengan jadwal kejuaraan Eropa memulai kompetisi dengan lambat. Hal itu ditunjukkan dengan menelan kekalahan dari Sampdoria di pertandingan pembuka musim serta menang dengan tidak meyakinkan atas Fiorentina dan Torino. Sementara di Eropa, mereka berhasil menyingkirkan Hvidovre (Denmark) dan Standard Liege (Belgia) di penyisihan. Akan tetapi, Juventus kembali ke trek juara di musim dingin bersamaan keberhasilan mereka menembus perempat final Liga Champions. Selanjutnya, kemenangan atas Roma melalui 2 gol dari Platini dan Brio membuat jarak keduanya berselisih 3 poin dengan Roma di posisi puncak. Namun, karena konsentrasi Juve terpecah antara Serie A dan Liga Champions akhirnya tidak berhasil mengejar AS Roma yang menjadi juara. Juventus seharusnya bisa menumpahkan kekecewaannya di Liga saat mereka bertemu Hamburg di final Liga Champions tapi hal itu tidak terjadi. Berada di posisi kedua di kompetisi domestic dan Eropa, Juventus akhirnya berhasil merebut gelar penghibur saat menjuarai Piala Italia dan Piala Interkontinental.
Musim panas 1983, Juve kehilangan dua pilar inti mereka. Dino Zoff gantung sepatu di usia 41 tahun sedangkan Bettega beralih ke Kanada untuk mengakhiri karirnya di sana. Juve lantas merekrut kiper baru dari Avellino: Stefano Tacconi dan Beniamino Vinola dari klub yang sama. Sementara Nico Penzo menjadi pendampong Rossi di lini depan. Juve pada saat itu berkonsentrasi penuh di dua kompetisi, Liga dan Piala Winner. Hasilnya, melalui penampilan yang konsisten sepanjang musim, Juve merengkuh gelar liga satu minggu sebelum kompetisi usai. Dan gelar ini ditambah gelar lainnya di Piala Winner saat mereka mengalahkan Porto 2-1 di Basel pada 16 Mei 1984. Dua gelar ini sangat bersejarah dan merupakan prestasi bagi kapten klub Scirea dan kawan-kawan.
Setelah era keemasan Rossi usai, Michel Platini kemudian secara mengejutkan berhasil menjadi pemain terbaik Eropa tiga kali berturut-turut; 1983, 1984 dan 1985, dimana sampai saat ini belum ada pemain yang bisa menyamai dirinya. Juventus menjadi satu-satunya klub yang mampu mengantarkan pemainnya menjadi pemain terbaik Eropa sebanyak empat tahun berurutan.[24] Platini juga menjadi bintang saat Juve berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu gol semata wayangnya. Tragisnya, final melawan Liverpool FC dari Inggris tersebut yang berlangsung di Stadion Heysel Belgia, harus dibayar mahal dengan kematian 39 tifoso Juventus akibat terlibat kerusuhan dengan para hooligans dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim Inggris dilarang mengikuti semua kejuaraan Eropa selama lima tahun.[25] Juventus kemudian merebut scudetto terakhir mereka di era 1980-an pada musim 1985-86, yang juga menjadi tahun terakhir Trappatoni di Juventus. Memasuki akhir 1980-an, Juve gagal menunjukkan performa terbaiknya, mereka harus mengakui keunggulan Napoli dengan bintang Diego Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan, AC Milan dan Inter Milan.[21] Pada 1990, Juve pindah kandang ke Stadio delle Alpi, yang dibangun untuk persiapan Piala Dunia 1990.[26]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar